SPIRITUALITAS PERKAWINAN
spiritualitas-perkawinan
Berita Terkait
- Edukasi Masyarakat untuk Hidup Sehat0
- Bahaya mengkonsumsi Kerupuk0
- PERNIKAHAN CAMPUR BEDA AGAMA (dalam pandangan Katolik)7
Berita Populer
- PERNIKAHAN CAMPUR BEDA AGAMA (dalam pandangan Katolik)
- Penyebab Individu Sulit Menghargai Orang Lain
- Mengurus Pernikahan Di Gereja Katolik
- KOLEKTE & DANA GEREJA
- Apa itu Novena?
- SPIRITUALITAS PERKAWINAN
- Apa Perbedaan antara Penitensi dan Indulgensi?
- Halangan-halangan Nikah (12)
- Mengenal seksi Kerasulan Kitab Suci (KKS) Lebih Dekat
- Cara Menyambut Komuni Kudus

Keterangan Gambar : SPIRITUALITAS PERKAWINAN
Pengertian
Spiritualitas berasal dari kata”spiritus” yang berarti Roh, atau bisa kita katakan “yang rohani”. Sebenarnya Spiritualitas perkawinan adalah hal-hal rohani yang mendasari perkawinan Kristiani. Berkat sakramen perkawinan, suami isteri menunaikan kewajiban-kewajiban mereka sebagai suami isteri di dalam keluarga, mereka diresapi oleh Roh Kristus yang memenuhi hidup keluarga mereka dengan Iman, Harapan dan Kasih. Berbicara spiritualitas berarti kita berbicara tentang religiositas dari perkawinan itu sendiri yang tidak hanya sebagai institusi duniawi, tetapi sebagai institusi rohani karena dikehendaki oleh Allah sendiri.
Spiritualitas Perkawinan
Berbicara tentang spiritualitas, tentu nilai-nilai rohani itu akan semakin terlihat secara nyata dalam kitab suci. Bercermin pada Kitab kejadian 2: 18: “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia”, menandaskan bahwa lembaga perkawinan itu didirikan oleh Allah sendiri. Keberadaan wanita sebagai pribadi melengkapi suaminya sudah ditunjukkan dalam kisah tentang penciptaan wanita (Kej 2, 1825 ), dimana wanita diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk laki-laki, mahluk penolong yang sepadan “ēzer” ( Gen 2, 18).
Ketika Allah mengisi kesendirian Adam tidak menciptakan seorang hamba, “ebed”, “serva”, atau orang rumahan’āmâ, “domestica”, dan bukan pula seorang budak, šiphâ, “schiava”, tetapi seorang “ēzer kĕnegdô”.
1. Allah Sang Kreator Perkawinan
“Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan PENOLONG baginya yang sepadan dengan dia”
Kitab kejadian menunjukkan pentingnya seorang teman yang sepadan dan bisa menjadi penolong, dan itulah peranan seorang isteri/suami. Kehadiran seorang isteri/suami sangat penting dalam mengemban rencana dan proyek Allah yang dipercayakan kepada manusia. Menjadi jelas bahwa keberadaan pria dan wanita dengan segala bentuk relasinya di dalam sebuah keluarga adalah relasi yang komplementer. Keduanya saling membutuhkan satu sama lain. Allah menangkap kebutuhan dasar manusia ini, maka Allah berinisiatif untuk menyatukan pria dan wanita dalam institusi keluarga.
- “Ezer”: bantuan yang ditawarkan saat kritis dan untuk itu menjadi hal yang menentukan & diperlukan. Pasanganku adalah penolong dalam hidup-ku. Bersama pasangan, hidupku dimudahkan ketika ada kebersamaan dalam untung &malang
- “Neged” : secara harafiah berarti “berhadapan”. Biasanya diartikan: sama atau sepadan. Maknanya adalah suatu kenyataan bahwa manusia memerlukan seorang “kamu” dalam kehidupannya. Pasangan hendaknya bertumbuh dalam relasi inter-personal dalam kehidupan mereka melalui sharing yang jujur, keterbukaan hati dan kesadaran bahwa satu sama lain saling membutuhkan.
2. Perkawinan sebagai Sakramen
Yang dimaksud dengan sakramen adalah tanda dan sarana kehadiran Allah. Hidup perkawinan diangkat oleh Allah untuk menggambarkan cinta Allah kepada manusia. Karena perkawinan itu menjadi gambaran dari Cinta Kristus kepada manusia, maka spirit atau roh nya adalah cinta kasih Kristus yang total. Persoalannya adalah: jika terjadi bahwa keluarga yang dibangun secara katolik bercerai dan hancur: manakah tanda sakramentalitas itu? Kehidupan keluarga dan perkawinan sering digunakan dalam Kitab Suci untuk menggambarkan relasi antara Allah dan umatnya.
- Secara khusus dalam Hosea 1-3 menggambarkan hubungan seksual nabi dengan wanita pendosa. Persekutuan adalah sebuah kontrak, dimana semua pihak diajak untuk setia. Makna kontrak ini nampak dalam ungkapan Umatku dan Allahku ( Hosea 2,25). Cinta dalam perkawinan ditemukan dalam refleksi cinta Allah kepada umat.
- Dalam surat pada jemaat di Efesus 5, 21-33, Paulus membicarakan hak dan kewajiban. Kewajiban suami adalah mencintai isterinya seperti dirinya sendiri. Maka tidak membenci sifat daging seperti seks. Tunduk diartikan bukan menjadi hamba tetapi ketaatan pada cinta, karena model cinta suami isteri adalah Kristus sendiri. Amanat moral yang berasal dari codice domestica adalah semangat “menjadi satu daging”yang menjadi tanda kesatuan Kristus dengan Gereja.
3. Perkawinan itu Kebersamaan seluruh hidup: MONOGAMI dan TAK TERCERAIKAN
”Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan BERSATU dengan isterinya sehingga keduanya menjadi satu daging”. Demikianlah mereka bukan lagi dua
melainkan satu. Karena itu apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” ( Mat 19:5-6)
Tuhan Yesus jelas-jelas menolak perceraian (Mrk 10 dan Mat 5+19; Luk 16).
Menurut Yesus, sejak awal (Kej 1-2) Allah menghendaki adanya kesatuan yang kuat antara suami dan isteri. MenurutNya, nabi Musa mengijinkan perceraian hanya karena “ketegaran hati” umat Israel (Mrk 10 dan Mat 19). Gereja katolik setia mewartakan ajaran moral Tuhan Yesus dan Paulus tentang perkawinan dan keluarga dengan rumusan yang lebih eksplisit, bahwa cirri perkawinan adalah Monogam dan tidak terceraikan.
Hal ini menandaskan bahwa spiritualitas yang dibangun adalah kebersamaan seluruh hidup, dimana suami dan isteri dituntut untuk SETIA dan mempunyai KOMITMEN dalam perkawinan.
4. Cinta kasih (Agape) : Dasar Perkawinan
Perkawinan dibangun atas dasar cinta kasih seorang pria dan wanita yang diberikan secara bebas, sungguh dan penuh kesadaran. Tanpa cinta kasih mustahil bahwa perkawinan itu akan terbentuk dan membawa kebahagiaan. Cinta itu memadukan segi manusiawi dan ilahi mengantar suami isteri pada serah diri bebas dan timbal balik, yang dibuktikan dengan perasaan dan tindakan mesra serta meresapi seluruh hidup mereka. ( Gaudium et Spes 49). Konsili memahami bahwa dalam mengatur hidup perkawinan secara laras serasi, suami-isteri sering dihambat oleh berbagai situasi hidup jaman sekarang. Kesetiaan cinta kasih dan penuhnya persekutuan hidup sering tidak mudah dipertahankan. Bila kemesraan hidup terputus, tidak jarang nilai kesejahteraan terancam dan kesejahteraan anak dihancurkan. Ciri dari kasih suami istri dalam sebuah perkawian menurut Paulus XVI: manusiawi secara penuh, total, kesetiaan dan subur ( Bdk. GS 51)
5. Keluarga sebagai Ecclesia Domestica
Keluarga merupakan GEREJA DOMESTIK, inti dari keluarga adalah anak-anak Allah, dan mengambil bagian dalam misi dan perutusan Gereja untuk membangun TATA HIDUP BARU “. Sebagai Gereja kecil, keluarga mempunyai tugas imamat keluarga untuk menguduskan anggota keluarga melalui doa bersama, tugas kenabian dengan mewartakan kebaikan dan kebenaran, serta tugas rajawi dengan memimpin seluruh anggta keluarga pada jalan kebenaran dan keselamatan.
Hibertus Hartono MSF
